Sedikit, yang Terlupa

Sekarang ini kalau gw membanding bandingkan nominal gaji yang gw dapat per bulan dengan nominal yang didapat teman teman sepantaran, gw akan sangat stres. “Men,udah dua tahun lebih gw kerja dan nominal yang gw dapat masih segini segini aja. Boro boro nabung, nyisain lebihan buat dikirim ke rumah aja susah.” Tapi, kalau diingat ingat lagi, yang gw rasakan pas pertama kali dapatin nominal gaji “yang-nggak-seberapa-itu” adalah perasaan berpuas diri dan pikiran,”apa gw layak mendapatkan nominal sebesar ini?”.

Memalukan memang ketika lu sadar waktu nggak membuat diri lu makin baik. Yah, memalukan, kalau nggak tega nyebut ; merugi.

Bulan bulan pertama gw menerima gaji sebagai karyawan permanen, yang terpikir adalah betapa besarnya nominal yang gw dapat saat itu dan terasa sebagian dari nominal itu sebagai titipan rejeki untuk orang lain. Nominal “yang-sekarang-terasa-tidak-cukup-itu” membebani tanggung jawab diri, bahwa sebagiannya harus disalurkan ke sebanyak mungkin orang. Di waktu itupun “menghambur hamburkan” sebagian rejeki itu pun tak perlu dipikir dua kali. Yang terasa hanya kelegaan dan berpuas diri karena “usaha-menggadaikan-kurang-lebih-delapan-jam-sehari” bisa bermanfaat buat orang lain yang nggak seberuntung gw. *”hei,di umur segitu dan gaji segitu?Jelas jelas lu lebih beruntung 60% orang Indonesia seumuran lu.”

Mudah mudahan diri ini dilindungi dari riya, tapi hati dan pikiran yang terbebani “nominal-tak-seberapa-di-waktu-dulu” itu sempat nyata, semakin jauh dari apa yang sekarang gw rasakan terhadap “nominal-yang-sekarang-sudah-bertambah-dari-nominal-yang-dulu”.

Lihatlah kepada orang yang berada di bawahmu dan jangan melihat orang yang berada di atasmu, karena yang demikian lebih patut, agar kalian tidak meremehkan nikmat Allah yang telah diberikan kepadamu” (Hadits shahîh Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 6490), Muslim (no. 2963), at-Tirmidzi (no. 2513), dan Ibnu Majah (no. 4142), dari Sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu.)

towards my excellent end.

Gw selalu membayangkan apa rasannya jika gw tau kapan gw akan mati. Apa yang akan gw lakukan dengan sisa waktu itu?

Sekarang, jawaban pertanyaan ini terasa jauh. Tapi, untuk sebagian orang, jawaban pertanyaan ini sama nyatanya dengan vonis mati mereka.

Seperti Meredith Israel Thomas, Ibu yang divonis hanya punya batas waktu 3 bulan lagi, yang ingin meninggalkan bukti cintanya kepada anak tunggalnya lewat tulisan-tulisan di blognya (“Jelang Kematian, Wanita ini Tunjukkan Cinta kepada Anaknya Lewat Blog“, detik.com)

Seharusnya tidak ada yang perlu ditakutkan dari kematian, karena bukankah ia tujuan akhir yang pasti?

Nah, sejauh mana kau mempersiapkan dirimu, diri?

(12 Oktober 2012. “waktu aku lagi bener, muncul akal sehatku…”)

Langkah Kecil

Gambar

Menulis itu gw kaitkan dengan tingkat kesadaran diri.

Hati yang sadar dan merasa, akan melihat hikmah dalam setiap kejadian, dan tulisan pun hanya jadi soal ketersedian alat tulis.

Tulisan yang terlahir dari hati ini dalam 3 tahun terakhir pun tak lebih banyak dari sepenggal waktu di masa produktif. Melihat tulisan yang lama pun membuat hati ini malu, “What have i became?”.

Selalu tergelitik untuk menganalisa, mengandai andai dan mencari penyebab perubahan ini. Perubahan yang sayangnya bukan hati ini niatkan saat menulis ‘perubahan’. Tapi akan gw apakan hasil analisa itu? Dengan kadar iman dalam hati saat ini, gw menduga hanya akan menjadi lubang hitam untuk menyenangkan hati. Tak manfaat. Tak konkrit.

Default cara kerja otak ini adalah mencari penyebab, untuk kemudian dipahami untuk bisa menganalisa solusi efektif dari masalahnya. Tapi sebulanan ini otak ini masih tak bisa menyakinkan hati; apa penyebab nya.

Di akhir hari, sekadar pengakuan yang gw harapkan bisa melunakkan hati; “Perubahan yang kau alami bukan perubahan yang membawa hati mu makin dekat pada Yang Maha Mebolak balikkan hati”.

13 February 2013, Mega Kuningan

Memulai kembali

Hati ini tak selalu bijak memaknai setiap peristiwa, pun tangan ini tak selalu lihai merangkainya dalam kata. 2010,2011,2012, begitu banyak kejadian paripurna dalam hidup gw yang layak diabadikan dalam tulisan, tapi faktanya 3 tahun sudah blog ini gw terlantarkan.

Gw hanya bersyukur blog ini bukan manusia yang akan marah setelah gw abaikan selama 3 tahun belakangan. Dan gw hanya berterima kasih blog ini tetap menjadi black box yang tetap bisa gw tulisi semua rasa dan pikir gw. Hari ini dan seterusnya semoga blog ini tetap setia menjadi cerminan bagi diri dan untuk yang tersesat membaca blog ini, semoga mendapat guna dari sekadar tulisan.

BERCERMIN DIRI

Tatkala kudatangi sebuah cermin
Tampak sesosok yang sangat lama kukenal dan sangat sering kulihat
Namun aneh , sesungguhnya aku belum mengenal siapa yang kulihat

Tatkala kutatap wajah , hatiku bertanya . Apakah wajah ini yang kelak akan
bercahaya bersinar indah di surga sana ?
Ataukah wajah ini yang kelak akan hangus legam di neraka Jahannam

Tatkala kutatap mata, nanar hatiku bertanya
Mata inikah yang akan menatap penuh kelezatan dan kerinduan….
Menatap Allah , menatap Rasulullah , menatap kekasih-kekasih Allah kelak ?
Ataukah mata ini yang terbeliak , melotot , menganga , terburai menatap
Neraka Jahannam………..

Akankah mata penuh maksiat ini akan menyelamatkan ?
Wahai mata , apa gerangan yang kau tatap selama ini ?

Tatkala kutatap mulut , apakah mulut ini yang kelak akan mendesah penuh
kerinduan .. Mengucap laa ilaaha ilallah saat malaikat maut datang
menjemput ?

Ataukah menjadi mulut menganga dengan lidah menjulur , dengan lengking
jeritan pilu yang akan mencopot sendi-sendi setiap pendengar.

Ataukah mulut ini menjadi pemakan buah zaqum jahannam ..yang getir
penghangus , penghancur setiap usus.

Apakah gerangan yang engkau ucapkan wahai mulut yang malang ?
Berapa banyak dusta yang engkau ucapkan ?
Berapa banyak hati-hati yang remuk dengan pisau kata-katamu yang
mengiris tajam

Berapa banyak kata-kata manis semanis madu yang palsu
yang engkau ucapkan untuk menipu ?
Betapa jarang engkau jujur.

Betapa langkanya engkau syahdu memohon agar Tuhan mengampunimu.
Tatkala kutatap tubuhku.

Apakah tubuh ini kelak yang akan penuh cahaya …
Bersinar , bersukacita , bercengkrama di surga ?
Atau tubuh ini yang akan tercabik-cabik hancur , mendidih , di dalam lahar
membara jahannam , terpasung tanpa ampun , derita yang tak pernah berakhir

Wahai tubuh , berapa banyak maksiat yang engkau lakukan ?
Berapa banyak orang-orang yang engkau zalimi dengan tubuhmu ?
Berapa banyak hamba-hamba Allah yang lemah yang engkau
tindas dengan kekuatanmu ?

Berapa banyak perindu pertolongan yang engkau acuhkan tanpa peduli
padahal engkau mampu ?

Berapa banyak hak-hak yang engkau rampas ?
Ketika kutatap hai tubuh

Seperti apa gerangan isi hatimu
Apakah isi hatimu sebagus kata-katamu
Atau sekotor daki-daki yang melekat di tubuhmu
Apakah hatimu segagah ototmu
Atau selemah daun-daun yang mudah rontok
Ataukah hatimu seindah penampilanmu
Ataukah sebusuk kotoran-kotoranmu

Betapa beda ..betapa beda …apa yang tampak di cermin
dengan apa yang tersembunyi
Betapa beda apa yang tampak di cermin dan apa yang tersembunyi

Aku telah tertipu , aku tertipu oleh topeng
Betapa yang kulihat selama ini hanyalah topeng, hanyalah topeng belaka
Betapa pujian yang terhambur hanyalah memuji topeng
Betapa yang indah ternyata hanyalah topeng..
Sedangkan aku … hanyalah seonggok sampah busuk yang terbungkus

Aku tertipu , aku malu ya Allah
Allah ..selamatkan aku..Amin ya Rabbal ‘alamin

Abdullah Gymnastiar

Astaghfirullah hal’adzim

Dari  “Dosa, Permakluman, Hukuman”

Oleh: Salim A Fillah.

***

Siang ini

membaca tulisan seorang kawan

dan aku ingat ibnul jauzy

***

“andai seseorang berma’shiat”, kata beliau

“disebab syahwat

aku masih punya harapan tinggi

bahwa Allah akan mengampuni

tapi dia yang sombong dan keras kepala

berdosa dan merasa diri baik-baik saja

aku takut..”

***

“sebab adam dan hawa

berma’shiat karena syahwatnya

dan Allah mengampuni mereka

sebab iblis berdosa dan durhaka

karena sombongnya

dan ia dilaknat sepanjang masa.”

***

aku lalu menangis..

membaca ayatNya terasa begitu miris

“maukah kukabarkan padamu tentang ia yang paling merugi ‘amalnya?”

andai boleh ya Allah, aku tak ingin tahu

karena aku takut, aku termasuk di situ

tapi Engkau telah berfirman,

“yaitu orang yang telah sesat upayanya dalam kehidupan dunia,

lalu dia menyangka bahwa dia telah berbuat sebaik-baiknya.”

***

semoga tiap langkahku ya Allah

tidak sedang menyuruk ke sana

karena aku tahu

dalam tiap dosaku

tersimpan bahaya

saat aku memakluminya, menganggapnya biasa

***

hukuman terbesar atas ma’shiat adalah kebas hati

perasaan tanpa salah, yang membuat tenang

untuk terus berkubang dalam dosa

maka berbahagialah dia yang masih punya gelisah

atas dosanya

setidaknya masih ada iman di sana, yang sedang terluka

***

NsL

Astaghfirullah hal’adzim. Ya Allah,Tuhan pemilik langit dan bumi, Yang Maha Mengetahui isi hati, hamba berlindung dari maksiat yang menghinakan dan dari jubah kesombongan yang tak satu pun makhluk yang  berhak memakainya kecuali Engkau. Karuniakanlah kepada hamba hati yang ikhlas dalam penghambaan padaMu ya Rabb, hati yang kuat untuk selalu berpegang teguh pada yang haq, hati yang lembut yang tidak akan pernah tenang jikalau hamba mendekati maksiat apalagi sampai melakukan maksiat padaMu ya Allah.Amin.

Hindari Debat, Berbahasalah Yang Bijak

“Hindari Debat, Berbahasalah Yang Bijak” dikutip dari http://hidayatullah.com/index.php?option=com_content&view=article&id=9812:hindari-debat-berbahasalah-yang-bijak&catid=110:gaya-hidup-muslim&Itemid=97

Artikel yang benar-benar reminds me a lot, terutama buat mengatasi kesombongan dan mempertahankan ego konyol ku kalau sedang beselisih paham dengan teman. Astaghfirullah… Tanamkanlah kerinduan, tumbuhkanlah kebutuhan di hati hamba untuk senantiasa meneladani RasulMu ya Allah, karena sungguh hanya teladan Beliau lah yang akan membawa hamba lebih dekat dengan kemulian dunia akhirat. Amin ya Rabb. Salawat dan salam semoga tercurah untukmu,ya Rasulullah.

Hadist of the day, goes to:

Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam (SAW) bersabda, Barang siapa mengaku beriman kepada Allah dan hari Pembalasan hendaknya ia berkata yang baik atau memilih diam.” (Riwayat al-Bukhari).

Setiap tulang itu memiliki kewajiban bersedekah setiap hari. Di antaranya, memberikan boncengan kepada orang lain di atas kendaraannya, membantu mengangkatkan barang orang lain ke atas tunggangannya, atau sepotong kalimat yang diucapkan dengan baik dan santun.” (Riwayat al-Bukhari).

Aku menjamin sebuah istana di halaman surga bagi mereka yang meninggalkan perdebatan meskipun ia berhak untuk itu.” (Riwayat Abu Daud, dishahihkan oleh al-Albani).

Tiadalah seorang Muslim menutupi rahasia saudaranya di dunia kecuali Allah menutupi (pula) rahasianya pada hari Kiamat.” (Riwayat Muslim).


 

Perubahan

“Diam itu mematikan!”,

Kutipan pendek dari seorang senior di kampus yang dulunya ku anggap ‘biasa’ karena terkonotasi dengan pergerakan mahasiswa, sekaligus kutipan yang sekarang kumaknai sebagai penegasan betapa perubahan adalah sesuatu yang pasti.

Hidup itu dinamis dan senantiasa berubah.

Bukankah sesuatu yang hidup itu selalu bergerak dan berubah??Jantung yang berdetak, darah yang senantiasa mengalir dalam pembuluh darah, sinyal listrik yang tak pernah terputus menyambungkan milyaran neuron dalam otak, tarikan dan hembusan nafas, fisiologi tubuh yang senantiasa berubah seiring berjalan waktu adalah bukti-bukti yang dipakai untuk menentukan apakah seseorang masih hidup atau tidak. Seperti itu hidup, begitu juga kehidupan manusia. Selama seseorang masih hidup selama itu juga kehidupannya akan terus berubah, semua peristiwa yang terjadi dari awal membuka mata di subuh hari sampai menutup mata di malam hari tak akan pernah sama seiring pergantian waktu. Hanya saat mati lah perubahan fisiologi dan kehidupan manusia terhenti dan berakhir diam tak bergerak ,tentu saja sebelum memulai tahapan hidup baru yang hakiki.

Perubahan adalah hal yang pasti dalam hidup dan kehidupan manusia. Hanya cara menyikapi dan memaknai perubahan itulah yang membedakan kualitas dari akumulasi perubahan di tiap orangnya. Begitulah kira-kira yang kupahami… 🙂

Karena perubahan itu pasti dan keputusan untuk mengarahkan perubahan itu ke arah yang lebih baik adalah pilihanku,, maka untuk diriku yang telah memulai blog ini dari awal  akan melihat perubahan-perubahan pada blog ini ke depannya… Begitulah…Siap-siap untuk perubahan, menuju hari esok yang lebih bermakna, lebih berilmu, lebih bertakwa, lebih istiqomah…!

 

Saat Ketakutan Itu Nyata…

Rabu,30 September 2009; sebelum pukul 17.30 dunia rasanya berjalan normal bagi saya,senormal yang bisa dibayangkan di awal perkuliahan setelah libur Lebaran.;

Pukul 17.45 kenormalan yang saya dinikmati sedikit terusik setelah melihat update status teman di Facebook bahwa ada gempa di Padang. Kota Padang Tercinta memang sering diguncang gempa,bahkan sebelum Ramadhan tahun ini pun gempa sempat menggoyang Kota Padang, namun karena gempa yang terjadi tak bernah meninggalkan kerusakan yang serius tak ada yang terpikir selain rangkaian santai ,”Astaghfirullah.Gempa lagi…”.;

Pukul 18.02, saya berangkat ke masjid untuk shalat maghrib berjamaah, berjalan tanpa bayangan apa-apa bahkan setelah membaca update status teman,” gempa di padang,semua bangunan lantai 3 roboh semua, . . .”;

Pukul 18.15, salah satu TV swasta mulai menayangkan Breaking News tentang gempa yang mengguncang Sumbar disertai pemutaran video kerusakan-kerusakan akibat gempa. Ketakutan mulai menggantung saat akhirnya TV One dan Metro TV memutar video kepanikan warga Kota Padang saat gempa  7,6 skala richter (SR)  mengguncang Padang dengan kedalaman 71 kilometer bersumber di arah 57 km barat daya Pariaman pada pukul 17.16.09 WIB.

Menyaksikant wajah-wajah ketakutan di tayangan itu,melihat warga yang berlari dengan panik mencari perlindungan,gambaran bangunan-bangunan roboh yang rata dengan tanah,mendengar suara tangisan anak kecil yang ketakutan,suara-suara ketakutan yang meneriakkan kebesaran Allah, akhirnya menyentakku dengan ketakutan nyata yang akhirnya kurasakan. Astaghfirullah…

Ketakutan itu nyata. Senyata ingatanku saat mengalami sendiri gempa berkekuatan 6,sekian SR saat sedang belajar biologi di ruangan kelas di lantai tiga saat masih duduk di kelas 3 SMA,  senyata ketakutan yang sejak saat itu mulai kurasakan saat sedikit guncangan terasa menggoyang gedung tempat kuberpijak, senyata sekeping informasi yang masih tersimpang saat para ahli mengatakan bahwa Sumbar berada di titik pertemuan 3 lempeng bumi yang masih aktif bergerak yang jika pada saatnya akan mengeluarkan energi sangat besar yang disimpannya melalui gempa yang mungkin saja lebih besar dari gempa yang menghilangkan nyawa lebih dari 200ribu saudara di NAD, senyata gambar kepanikan warga,senyata suara tangis yang mengiris,senyata sepotong gambar yang memperlihatkan sesosok kaki manusia yang tak bergerak diatas tumpukan beton yang entah berapa beratnya, senyata ketakutanku saat membayangkan jika Ibu,Kakak,Nenek,Paman2 dan Bibi2ku,semua sepupuku,Ayah,teman2 dan semua orang-orang yang kusayangi berada di antara orang-orang yang berlari tak berdaya mencari perlindungan di tengah kepanikan,berada di antara puing-puing di semua tempat di Kota tempatku menghabiskan 17 tahun hidupku.Astaghfirullah hal’adzim…

[2:155] “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.”

Maha Benar Engkau dengan segala firman-Mu ya Allah.

Inilah ketakutan yang telah Kau nyatakan ya Rabb, cobaan yang akhirnya hamba rasakan. Ketakutan saat melihat sendiri kota tempat hamba telah menghabiskan 17 jatah hidup hamba tak berdaya saat Kau tunjukkan kekuasan-Mu. Ketakutan dalam ketidaktahuan akan nasib keluarga hamba. Ketakutan akan waktu dimana Engkau memulangkan keluarga yang hamba sayangi ke hadiratMu. Ketakutan yang membuat hamba merasa lemah tak berdaya tunduk pada kebesaranMu. Ketakutan yang membuat hamba menyesali perjalanan hidup yang dipenuhi kesombongan. Ketakutan yang membuat hamba merasa hina saat kekufuran hamba tak menghalangi limpahan kasih sayangMu.Astaghfirullah hal’adzim…

Sungguh tak ada satupun peristiwa yang terjadi di bumi Allah ini terjadi dalam kesia-siaan,selalu ada hikmah di balik setiap ketetapanNya. Hikmah yang membuat saya menyadari saat ketakutan itu nyata, saat itulah kita menyadari ke-dhaif-an kita,ketidakberdayaan kita di bawah KebesaranNya, betapa kita menjalani setiap detik di dunia ini di bawah  belas kasih,limpahan kasih sayangNYa, menyesali betapa kita telah melangkah dengan penuh kesombongan sementara tak ada sedikitpun kuasa yang kita miliki bahkan atas diri kita sekalipun, membuat saya yang buta ini menyadari tak ada tempat lain untuk bergantung dan berharap kecuali pada Allah Azza wa Jalla.

Dan saat kita sabar dan menyerahkan segala urusan pada sebaik-baiknya pengatur, berharap pada semurah-muranya pemberi, berdoa pada sebaik-baiknya pelindung dan mengembalikan semua urusan pada Allah subhanawata’ala, saat itulah ketakutan itu akan digantiNya dengan ketenangan.

Pukul 22.45 malam itu, setelah mencoba sekian kali menghubungi keluarga di Padang, akhirnya telepon saya pun tersambung, langsung dijawab oleh Ibu saya. Suara beliau yang tenang cukup memberi tahu saya bahwa keadaan beliau baik-baik saja,walaupun beliau tidak mendengar suara saya karena masih terganggunya jaringan selular. Pukul 23.25 akhirnya saya bisa berkomunikasi dua arah lewat handphone bibi saya, dari beliau saya tahu bahwa semua keluarga saya dalam keadaan baik-baik saja dan sudah berkumpul semuanya di rumah nenek saya. Dan untuk melengkapi ini,esok harinya saya mendapatkan kabar lengkap dari kakak saya  tentang kondisi keluarga di sana.Alhamdulillah…

Dan sekali lagi Allah menunjukkan kasih sayangNya pada kami, padahal kecamatan tempat semua keluarga saya berada berbatasan langsung dengan Kab. Padang Pariaman, daerah tempat gempa besar itu berpusat, dan semua keluarga saya masih diberi perlindungan dan tak ada satupun yang terluka. Subhanallah Alhamdulillah Allahu akbar… Maha Suci Engkau ya Allah dengan segala Kemurahan dan KebesaranMu.

Di Balik ‘Cermin’

IntroZo(Intro+Intermezo)>>>bwt lucu2an aj… 😀 Yep,maksudnya ‘Cermin’ di bagian judul di atas adalah ‘Cermin’ yang jadi salah satu tag postingan di blog ini. Tadinya mau bikin judul “Di Balik ‘Cermin’; Sebuah Legitimasi” tapi malah kedengaran lebay,jadinya di-cut kaya yang di atas aja. 🙂

Barang siapa memperbaiki hubungannya dengan Allah, niscaya Dia memeperbaiki hubungannya dengan orang lain.

Barang siapa memerhatikan urusan akhiratnya, Allah akan memerhatikan urusan dunianya.

Barang siapa menjadi penasihat bagi dirinya sendiri, Allah akan menjadi penjaganya.

[Ali ibn Abi Thalib]

Di zaman jahiliyah dulu, kebiasaan saya untuk muhasabah dan mengevaluasi diri sepertinya terlahir dari rasa rendah diri akibat kurangnya rasa penerimaan dari orang sekitar dan dari diri sendiri sehingga rasanya saya tidak pernah merasa ‘cukup’ dan harus terus berusaha memperbaiki diri sendiri. Namun, karena sepertinya saya berorientasi pada harapan akan penerimaan dari orang lain jadilah ‘evaluasi diri versi jahiliyah’ itu hanyalah pembelaan yang tidak melahirkan tindakan nyata untuk berubah. Bahkan,kalau lagi sial ‘evaluasi diri versi jahiliyah’ itu malah cuma melahirkan pikiran-pikiran negatif baru yang telah bermutasi untuk semakin memperpuruk diri sendiri.

Yah, kebiasaan memang sulit diubah. Tapi, seiring bertambah umur dan ilmu (amin,insyaAllah 🙂 ), akhirnya saya mulai bisa berikhtiar untuk benar-benar memperbaiki diri, tidak cuma sampai batas ‘merenungi kesalah & kekurangan’ tapi sudah memasuki tahap ‘pembuatan resolusi’ dan ‘komitmen untuk bertindak’.InsyaAllah. Cuma perlu ditambah ‘pikiran positif’, keinginan untuk lebih baik pun akan bisa melahirkan hal-hal baik yang tidak akan cukup jika hanya di dada dan selalu ingin terwujud dalam tindakan nyata. Dan itu semua, akan bisa didapat dari pemahaman dan ilmu yang bisa datang dari mana saja, bahkan dari tulisan iseng dari blog kecil ini.

Untuk  memperbaiki diri seringkali kita harus melihat kejahilan yang telah lalu, memahami hikmah di setiap kejadian, mamaknai ilmu dalam kehidupan nyata, mengingatkan dan diingatkan.

Karena itulah, perlu ada ‘Cermin’ di blog ini. Untuk melihat, untuk mengingatkan. 🙂